Infrastruktur merupakan bangunan fisik yang berfungsi untuk mendukung keberlangsungan dan pertumbuhan kegiatan sosial ekonomi suatu masyarakat. berdasarkan pengertian tersebut, seharusnya keberadaan infrastruktur akan sangat menunjang kemajuan sosial dan ekonomi suatu masyarakat.
Syeikh Abdul Qadim Zallum dalam buku Sisitem Keuangan Negara Khilafah yang dikeluarkan Hizbut Tahrir Indonesia, membagi infrastruktur dari sisi kepemilikan menjadi tiga jenis. pertama: Infrastruktur mlik umum. Jenis ini terbagi menjadi dua yaitu: (I) Jalan-jalan umum dan sejenisnya seperti laut, sungai, danau, kanal atau terusan, lapangan umum dan masjid. (ii) Pabrik/industri yang berhubungan dengan benda-benda milik umum seperti pabrik/industri eksporasi pertambangan, pemurnian dan peleburannya; juga pabrik/industri minyak bumi dan penyulinganya.
Kedua: Infrastruktur milik Negara yang disebut dengan marafiq adalah bentuk jamak dari mirfaq, yaitu seluruh sarana yang dapat dimanfaatkan; meliputi sarana yang ada di perdesaan, provinsi maupun yang dibuat oleh negara selama sarana tersebut bermanfaat dan dapat membantu. Marafiq 'ammah ialah seluruh sarana umum yang disediakan negara agar dimanfaatkan oleh seluruh lapisan masyarakat seperti: Sarana pelayanan POS, surat menyurat, telepon, kiriman kilat, teleks, sarana televisi, perantara satelit, dan lain-lain.
Ketiga: Infrastruktur yang bisa dimiliki individu seperti industri berat dan senjata, landasan pesawat terbang, sarana transportasi seperti bus dan pesawat terbang serta yang lainnya.
Pembiayaan dan Pengelolaan
Dalam sistem ekonomi kapitalis, termasuk yang diterapkan di Indonesia, biaya pembangunan dan pemeliharaan berbagai macam infrastruktur diperoleh dari sektor pajak dan utang serta kerja sama dengan swasta.
Dalam sistem ekonomi Islam, infrastruktur yang masuk kategori milik umum harus dikelola oleh negara dan dibiaya dari dana milik umum. Bisa juga dari dana milik negara, tetapi negara tidak boleh mengambil keuntungan dari pengelolaannya. walaupun ada pungutan, hasilnya harus dikembalikan kepada rakyat sebagai pemiliknya dalam bentuk yang lain. Ini termasuk juga membangun infrastruktur atau sarana lain yang menjadi kewajiban negara untuk masyarakat seperti sekolah- sekolah, perguruan tinggi, rumah sakit, jalan-jalan umum, dan sarana-sarana lain yang lazim diperuntukan bagi masyarakat sebagai bentuk pengaturan dan pemeliharaan urusan mereka. Dalam hal ini, negara tidak mendapat pendapatan sedikitpun. yang ada adalah subsidi terus-menerus. jadi, sama sekali tidak ada pos pendapatan dari sarana-sarana ini.
Dari sisi jangka waktu pengadaannya infrastruktur dalam Islam di bagi menjadi dua jenis: (i) infrastruktur yang sangat dibutuhkan oleh rakyat dan menundanya akan menimbulkan bahaya bagi umat. Misal, satu kampung atau komunitas tertentu belum memiliki jalan umum, sekolah, universitas, rumah sakit, saluran air minum. (ii) Infrastruktur yang dibutuhkan tetapi tidak begitu mendesak dan masih bisa ditunda pengadaaannnya misalnya jalan alternatif, pembangunan gedung sekolah tambahan, perluasan masjid dll.
Infrastruktur kategori yang kedua tidak boleh dibangun jika negara tidak memiliki dana sehingga tidak dibolehkan pembangunan infrastruktur tersebut dengan jalan utang dan pajak.
Adapun infrastruktur kategori yang pertama: tanpa memerhatikan ada atau tidak ada dana APBN atau baitul Mal, harus tetap dibangun. jika ada dana APBN atau Baitul Mal maka wajib dibiayai dari dana tersebut. tapi, jika tidak mencukupi maka negara wajib membiayayai dengan memungut pajak (dharibah) dari rakyat. jika waktu pemungutan dharibah memerlukan waktu yang lama, sementara infrastruktur harus segera dibangun, maka boleh negara meminjam kepada pihak lain. pinjaman tersebut akan dibaya dari dana dharibah yang dikumpulkan dari masyarakat. Pinjaman tidak boleh ada bunga.
Sumber: Media Umat


0 Response to "INFRASTRUKTUR DALAM PERSPEKTIF ISLAM"
Post a Comment